“Anak-anak itu malas belajar. Kalau tidak dipaksa, mereka tidak mau belajar”. Keluhan
seperti itu sering kita dengan dari orang-orang di sekitar kita. Tapi apakah memang
demikian, belajar adalah sesuatu yang harus dipaksakan?
Anak-anak pada dasarnya adalah pelajar terbaik dalam kehidupan. Mereka penuh rasa ingin
tahu, ingin mencoba segala sesuatu, dan mengambil kesimpulan dari semua ujicobanya itu.
Tingkah laku anak-anak yang belajar seringkali membuat kita kerepotan. Kita terperangah
dengan pernyataan maupun pertanyaan yang sering di luar dugaan.
Kalau anak adalah pelajar terbaik, lalu mengapa mereka harus dipaksa belajar? Kejadian
tersebut sebenarnya adalah tantangan bagi kita untuk berefleksi. Patutlah kita bertanya
pada diri kita sendiri, apa yang belum kita pahami dari anak-anak? Apakah cara kita sudah
sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka? Apakah anak-anak kita sudah merdeka
belajar?
Temu Pendidik Nusantara 2016 hadir sebagai ajang bagi para pendidik untuk berefleksi
terhadap upaya-upaya kita dalam mendidik anak. Konferensi tahunan komunitas guru
belajar yang mengusung topik Merdeka Belajar ini meyakini bahwa merdeka belajar adalah
prasyarat pertama dan utama agar proses belajar terjadi secara alami, tanpa paksaan, tanpa
ganjaran, apalagi hukuman.
Pada hari pertama, TPN 2016 menghadirkan anak, pendidik dan kepala daerah untuk
mengupas makna merdeka belajar dari sudut pandang pelajar, praktik di kelas hingga aspek
kebijakan pendidikan. Inilah saatnya para pihak dalam pendidikan melakukan refleksi
bersama.
Pada hari kedua, TPN 2016 menghadirkan 80 kelas lokakarya yang diisi oleh pendidik dari
Kampus Guru Cikal, Komunitas Guru Belajar dan puluhan komunitas pendidikan lainnya.
Mari saling berkenalan dan saling belajar agar kita bisa tumbuh berkembang menjadi
pendidik yang mampu mendidik pelajar yang merdeka.
Silahkan nikmati sajian Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Temu Pendidik Nusantara
ini. Bila ada yang baik, boleh lah disebarkan pada rekan guru yang lain. Merdeka!