Khatib-khatib lain tidak lagi berani berkata apa-apa di atas mimbar, dan shalat jumat berlangsung begitu cepat, didahului oleh khotbah si bisu.
Tentara pendudukan dari seorang perdana menteri tambun yang baru beberapa bulan saja berkuasa, menuliskan naskah khotbah untuk setiap khatib yang berani naik mimbar, dengan upah dua gantang beras.
Di tangan Deddy Arsya … sejarah bukan sekadar
comotan peristiwa masa lampau, melainkan tafsir,
bagian dari khazanah penghayatannya. Dia memberi kita
alternatif dalam melihat sejarah dan dunia kita hari ini ....
—Majalah TEMPO