"Diubah? Menjadi demokrasi macam apa?"
"Demokrasinya tukang copet. Dan mereka bukan sembarang tukang copet. Ini copet besar-besaran, sampai rakyat yang dicopet menjadi miskin, dan akan miskin secara abadi. Tapi, copetnya kaya raya."
Demikianlah salah satu sindiran tajam Mohamad Sobary tentang fenomena "zaman edan" di Indonesia. Dari para caleg yang memenuhi kota dengan foto mereka, hingga hobi para pejabat (dan mantan pejabat) yang membikin center dan biografi. Dari talkshow di televisi yang mengundang orang untuk diadu, hingga hobi tawuran di masyarakat.
Berbagai sindiran lain dalam buku ini dapat membuat kita tersenyum getir dan miris. Namun, Kang Sobary juga memberi kita bahan-bahan perenungan untuk menemukan makna yang sejati. Diajaknya kita menengok kembali khazanah kearifan agama, legenda, dan kisah pewayangan. Sesungguhnya, dengan sindiran dan perenungan ini, Kang Sobary ingin mengajak kita pulang ke jati diri kita.
[Mizan Publishing, Negara, Bangsa, Maju, Demokrasi, Agama, Islam, Indonesia]
ohamad Sobary, akrab disapa Kang Sobary, adalah salah satu budayawan dan esais terkemuka di Indonesia. Lahir di Bantul, Yogyakarta, 7 Agustus 1952, Kang Sobary dulu bercita-cita menjadi ahli agama. Untuk mewujudkan mimpinya, dia berhasrat sekolah di PGA dan IAIN. Namun, nasib membawanya ke Sekolah Pekerjaan Sosial Atas. Studi selanjutnya ialah di Departemen Sosial Universitas Indonesia. Kemudian, dia kuliah di Monash, Australia.
Kang Sobary kemudian meniti karier sebagai peneliti bidang kebudayaan dan agama di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kemudian selama lima setengah tahun, Maret 2000 hingga Juli 2005, memimpin Kantor Berita Nasional Antara. Selepas dari Antara, menjabat Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership for Governance Reform) hingga Juli 2009.
Sebagai penulis, Kang Sobary sangat produktif menghasilkan esai-esai yang merambah topik yang amat luas: sosial, budaya, politik, agama, dan lain-lain. Esai-esainya telah sering dibukukan. Di antaranya termuat dalam Kang Sejo Melihat Tuhan (1993), Moralitas Kaum Pinggiran (1994), Di Bawah Payung Agung (1997), Semar Gugat di Temanggung (2014), dan Makamkan Dirimu di Tanah Tak Dikenal. Sejak 2010, Kang Sobary terjun dalam pendampingan dan pembelaan terhadap para petani tembakau yang terdesak oleh berbagai kebijakan pemerintah.[]