Hari ini, setelah belasan tahun, Nurmala akhirnya memutuskan kembali melihat laut. Cahaya jingga menyinari wajahnya yang sendu. Angin membelai lembut ujung jilbabnya, ia memandang jauh ke kaki langit, mencari jawaban mengapa nasib begitu buruk memperlakukan hidupnya.
Buih-buih air merayapi sela jari-jarinya, melindap dalam pasir yang melekat di kaki Nurmala. Ia memandang kuarsa-kuarsa bening itu, tanah yang begitu ia cintai ini malah merenggut semua cintanya. Belasan tahun Nurmala tersuruk-suruk dalam duka berkepanjangan. Pipinya basah, matanya merah, bibirnya yang teduh menggumamkan kerinduan. Alunan syahdu itu dipadu dengan riuh rendah gemuruh ombak, menyibakkan luka yang dalam. Ia memang telah banyak memiliki kehilangan.