[Rajab Syamsudin si Penabuh Dulang]
“Tak tahu diuntung kau. Berhenti sajalah kau sekolah!” Ibu melecutnya lagi dengan ranting berduri itu. Betis yang telanjang, yang hitam legam karena berpanas-berhujan, kini bergaris-garis merah sisa lecutan. Mata Siak melembap. Dari jejak lecutan, mengalir darah.
Pergilah sekarang, celaka kau nanti dipukul Ibu, kata saya dalam hati. Kau tahu bagaimana kalau Ibu berang? Pergilah sekarang, celaka kau nanti!
Siak diam saja. Ibu melecutnya lagi.
[Isak Siak]
Puluhan tahun yang lalu Barzanzi dan ibuku masih tinggal dalam satu rumah gadang, wajah mereka nyaris mirip sama sekali kecuali pada sudut mata yang satu lancip dan yang lain tumpul. Mereka hidup dalam adat yang taat sebagai keluarga raja-raja. (Tapi ibuku memilih kawin dengan ‘orang biasa’ dan mendapat cercaan sepanjang umurnya).
[Rumah Kecil di Seberang Jalan]