Saathi menempuh perjalanan sangat panjang dari Mataram menuju Batavia. Ia ingin mengadu nasib dengan mengamen, memohon belas kasihan warga kota besar di Hindia Barat ini. Begitu pun Gesù, naturalis dari Italia, berlayar ribuan mil dari Italia ke Batavia demi menyelesaikan misi dari gereja.
Akan tetapi, Batavia tidak pernah ramah kepada para pendatang seperti mereka. Saathi difitnah, bahkan dijebloskan ke penjara. Gesù harus menghadapi orang-orang licik yang terus memperlambat upayanya memburu pusaka gereja yang sangat penting dan penuh sejarah. Mereka terpaksa saling mengandalkan tanpa menyadari salah seorang dari mereka menyimpan kejutan berbahaya, dan siap menyingkap rahasia-rahasia besar.
Dan, sepanjang penantian mereka di Batavia, tercetuslah sebuah kisah perjalanan seorang lelaki yang diurapi ribuan tahun lalu; kisah yang mengajarkan kecintaan kepada Sang Kuasa dan sesama insan. Kelak, lelaki itu akan dielu-elukan dengan beragam nama: Mesias, Masyiakh, Al-Masih.
Lahir dalam keluarga Jawa di Gunungkidul, DIY pada 1980.
Setelah berkuliah jurnalistik di PPKP UNY Yogyakarta, Tasaro menjadi wartawan selama lima tahun di Jawa Pos Grup dan editor buku selama lima tahun pada dua penerbitan nasional berbasis di Kota Bandung.
Sejak 2010, Tasaro memutuskan untuk menjadi penulis penuh waktu dan mengelola komunitas literasi Kampoeng Boekoe, di Sumedang, Jawa Barat.
Buku pertama Tasaro terbit pada 2004. Sejak itu, setiap tahun buku-bukunya dicetak oleh beberapa penerbit Tanah Air. Baik berupa novel, buku nonfiksi, maupun bacaan anak.
Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka sejak 2009 terus cetak ulang hingga sekarang. Buku ini berada di lima besar buku terbaik versi Goodreads, berbagi tempat dengan empat buku Pramudya Ananta Toer di kelompok lima besar. Buku-buku lain dalam tetralogi Muhammad adalah Para Pengeja Hujan, Sang Pewaris Hujan, dan Generasi Penggema Hujan.
Karangan Tasaro lainnya yang mendapat penghargaan nasional antara lain Wandu pada 2005; Di Serambi Mekkah pada 2006; Mad Man Show pada 2006; Oh, Achilles pada 2007; Galaksi Kinanthi pada 2009.
Konsep novel trilogi Al-Masih adalah pemenang peringkat 3 se-Asia Tenggara pada kompetisi ide buku 2018. Disiapkan sejak 2010, ketiga buku trilogi Al-Masih selesai dalam semasa pandemi Corona pada 2020.
Trilogi Al-Masih ditulis sebagai ikhtiar untuk mencari titik diskusi antara tiga tradisi agama Samawi dalam memandang Isa Al-Masih atau Yesus Kristus. Bukan agar menjadi sama, melainkan supaya saling memahami kemudian saling menghargai.