Ada yang mengaku beriman tapi perbuatannya tak mencerminkan keimanan. Ada yang mengaku bertakwa tapi buta hati, tuli telinga, dan buta mata. (Imam Muhtar). Mungkin kita pernah merasa sudah beriman melalui syahadat yang terlafazkan dari entah kapan. Tapi syahadat itu terasa kosong melompong bagai perut tong. Kadang diri sendiri merasa pengakuan itu hanyalah main-main, tipu muslihat, bohong, sandiwara, dan omong kosong saja, buktinya belum membuat ketenteraman, kenyamanan, kedamaian, dan kerukunan antara rasa dalam kalbu. Di dalam Al-Quran Allah berfirman bahwa orang beriman itu karakternya wajilat qulubuhum, bergetar hatinya, bertambah keimanannya, tercerahkan dirinya ketika mendengar ayat-ayat Allah. Mari tanyakan pada diri kita masing-masing. Apakah hati kita bergetar saat mendengat ayat-ayat Allah? Nyatanya, ayat-ayat Allah yang disampaikan sesekali saja mampir ke rongga telinga dan sesekali malah mental. Saya masih berha-ha-ha hi-hi-hi jangankan merenungi isinya. Memperhatikan saja tidak! Secara formal memang benar kita sudah ber-asyhadualla ilahaillah, mengakui hanya Allah Tuhan semesta alam. Curigalah jangan-jangan selama ini pengakuan dan keberagamaan kita hanyalah demi menyelamatkan diri dari sinisme orang-orang di sekitar dan keluarga kita. Demi menyelamatkan diri dari sebuatan kafir, musyrik, komunis, liberalis, dan sebagainya. Tuhan, Mukmin Muttaqinkah Aku adalah salah satu pembahasan di dalam buku ini. Buku ini akan membawa pembaca merenung dan berpikir. Tentang kehidupan, juga tentang keimanan. Selamat menyelami lautan keimanan!