Sederhana tapi menghanyutkan, begitulah cerpen-cerpen karya Kuntowijoyo. Permasalahan sehari-hari yang diangkat membuat jalan ceritanya terasa ringan, tapi sarat makna.
Bertemakan kehidupan manusia yang dinamis, Kuntowijoyo mengedepankan sisi spiritualisme yang mengorek moral si tokoh utama. Salah satu cerpen yang dimuat dalam buku ini-Dilarang Mencintai Bunga-Bunga-berkisah mengenai keakraban seorang anak lelaki dengan tetangganya, sang kakek yang menemukan makna kedamaian dan keindahan hidup dalam bunga-bunga yang dirawatnya setiap hari. Dengan keapikan kata yang dirangkai, membawa cerpen ini menjadi pemenang pertama Sayembara Cerpen Majalah Sastra pada 1968.
Cerpen-cerpen karya Kuntowijoyo yang tak kalah menarik lainnya, terhimpun dalam buku ini dan kami persembahkan kembali bagi para pembaca yang merindukan kisah penuh kebijaksanaan yang mampu memberikan pelajaran kehidupan tanpa menggurui.
[Mizan, Noura Books, Cerpen, Sastra, Bahasa Indonesia]
KUNTOWIJOYO dilahirkan di Yogyakarta pada 18 September 1943. Setelah menamatkan Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada (1969), dia mengajar pada universitas tersebut. Pada 1973 mendapat tugas belajar di Universitas Connectictut dan setahun kemudian memperoleh gelar M.A. Gelar Ph.D diperolehnya dari Universitas Columbia. Karya-karyanya berupa cerpen, artikel, dan novel muncul dalam majalah sastra, Budaya Jaya, Horison, dan harian Kompas. Karya cerbungnya: Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari dimuat dalam harian Jihad (1966); sedang karyanya yang berjudul Chotbah di Atas Bukit dimuat sebagai cerbung dalam harian Kompas yang kemudian diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada 1976. Karangan-karangannya mengenai berbagai persoalan budaya dan seni dihimpun dalam satu buku Budaya Masyarakat oleh Tiara Wacana pada 1987. Dua buah kumpulan puisi telah dihasilkannya, yakni Suluk Awang-Awung (Budaya Jaya, 1975) dan Isyarat (Pustaka Jaya, 1976). Selain itu, dia telah memperoleh hadiah berkali-kali: Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” memperoleh hadiah pertama dari majalah Sastra (1968), dramanya “Rumput-Rumput Danau Bento” mendapat hadiah harapan dari BPTNI (1968); dramanya yang lain “Tidak ada Waktu bagi Nyonya Fatma”, “Barda”, “Cartas”, dan “Topeng Kayu” (1973) memperoleh hadiah kedua dari Dewan Kesenian Jakarta. Dilarang Mencintai Bunga-Bunga merupakan kumpulan cerpen yang banyak menyoroti kehidupan masyarakat pedesaan dalam kaitannya dengan soal-soal keimanan. Dalam melukiskan kehidupan dan masalahnya, dia menggunakan pendekatan yang unik.[]