menjadi kiblat dan klaim setiap jurnalis di seluruh dunia. Seorang
jurnalis selalu menyatakan dirinya telah bertindak objektif,
seimbang, dan tidak berpihak pada kepentingan apapun kecuali
keprihatinan atas hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran.
Meskipun sikap independen dan objektif menjadi kiblat setiap
jurnalis, pada kenyataannya kita seringkali mendapatkan suguhan
berita yang beraneka warna dari sebuah peristiwa yang sama.
Berangkat dari sebuah peristiwa yang sama, media tertentu
mewartakannya dengan cara menonjolkan sisi atau aspek tertentu,
sedangkan media lainnya meminimalisir, memelintir, bahkan
menutup sisi/aspek tersebut, dan sebagainya. Ini semua
menunjukkan bahwa di balik jubah kebesaran independensi dan
objektivitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks, tragedi, dan
bahkan ironi.
Dengan membandingkan beberapa pemberitaan di media,
sangat mungkin kita akan menemukan kesimpulan yang setara,
bahwa media apapun tidak bisa lepas dari bias-bias, baik yang
berkaitan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
bahkan agama. Tidak ada satu pun media yang memiliki sikap
vi
Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media
independensi dan objektivitas yang absolut. Tanpa adanya
kesadaran seperti ini, mungkin saja kita menjadi bingung, merasa
terombang-ambing, dan dipermainkan oleh penyajian media.
Analisis framing merupakan salah satu alternatif model
analisis yang dapat mengungkap rahasia di balik semua perbedaan
(bahkan pertentangan) media dalam mengungkapkan fakta.
Analisis framing dalam buku ini dipakai untuk mengetahui
bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian, realitas
sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi dengan bentukan dan
makna tertentu. Elemen-elemen tersebut bukan hanya bagian dari
teknis jurnalistik, melainkan menandakan bagaimana peristiwa
dimaknai dan ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas
politik, bagaimana media membangun, menyuguhkan, memper-
tahankan, dan mereproduksi suatu peristiwa kepada pembacanya.
Melalui analisis framing akan dapat diketahui siapa me-
ngendalikan siapa, siapa lawan siapa, mana kawan mana lawan,
mana patron dan mana klien, siapa diuntungkan dan siapa
dirugikan, siapa menindas dan siapa tertindas, dan seterusnya.
Kesimpulan-kesimpulan seperti ini sangat mungkin diperoleh
karena analisis framing merupakan suatu seni kreativitas yang
memiliki kebebasan dalam menafsirkan realitas dengan meng-
gunakan teori dan metodologi tertentu. Dalam konteks ini, kita
bisa melihat bagaimana penulis buku ini mampu membangun peta
teoretis-metodologis dan melakukan analisis atas berbagai kasus
yang pernah dimuat berbagai surat kabar dan majalah di Tanah
Air.
Buku ini dapat kami katakan memiliki ākesejajaranā dengan
karya Eriyanto yang telah kami terbitkan sebelumnya, yang
berjudul Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (LKiS,
April 2001). Kedua buku ini dapat menjadi teman dialog dan
jembatan bagi pembaca untuk mendalami ilmu komunikasi,
vii
khususnya jurnalistik. Untuk bacaan yang lebih aplikatif tentang
teks media, karya Agus Sudibyo berjudul Politik Media dan
Pertarungan Wacana (LKiS, Agustus 2001) dapat pula memudah-
kan pembaca dalam mendalami analisis ini.
Kami menghaturkan terima kasih kepada Saudara Eriyanto
yang mempercayakan penerbitan karya ini kepada kami. Demikian
pula kepada Bapak Deddy Mulyana yang berkenan menularkan
wawasannya dalam pengantar buku ini. Kami berharap buku ini
dapat memberikan pencerahan kepada khalayak di tengah serbuan
aneka macam media yang tak mungkin dapat dibendung lagi.