Satu-satunya buku yang bercerita lengkap tentang 100 Kurawa seluruhnya! Buku versi digital ini juga dilengkapi risalah seratus Kurawa!
Kurawa berjumlah seratus. Adalah anak-anak Destarastra dan Dewi Gendari. Mereka adalah Adityaketu, Agrasara, Agrayayin, Anuwenda, Aparajita, Balaki, Balawardana, Bimarata, Bimasulawa, Bimawega, Bogadenta, Bomawikata, Bwirajasa, Carucitra, Citrabana, Citraboma, Citraga, Citraksa, Citraksi, Citrakundala, Citrawarma, Danurdara, Dirgabahu, Dirgalasara, Dirgama, Dirgaroma, Dredasetra, Dredawarma, Dredayuda, Drestaketi, Durbahu, Durdara, Durdarsa, Durgempa, Durkarana, Durkaruna, Durkunda, Durmaga, Durmagati, Durmasana, Durmuka, Durmanaba, Durnandaka, Durpramata, Durprasadarsa, Dursaha, Dursaya, Dursatwa, Dursara, Duryudana, Dursasana. Kemudian Dursilawati satu-satunya perempuan Kurawa. Durta, Durwega, Duryuda, Dusprajaya, Dwilocana, Ekaboma, Ekatana, Gardapati, Gardapura, Habaya, Haknyadresya, Halayuda, Hanudara, Jalasaha, Jalasantaka, Jalasuma, Jalasanda, Kartamarma, Kenyakadaya, Kratana, Kundasayin, Mahabahu, Nagadata, Patiweya, Pratipa, Rudrakarman, Senani, Somakirta, Srutayuda, Sulacana, Suwarcas, Trigarba, Udadara, Ugayuda, Ugrasrawa, Ugraweya, Upanandaka, Upacitra, Wahkawaca, Watawega, Wikataboga, Windandini, Wingwingsata, Wirabahu, Wisalaksa, Wiyudarus, Yutadirga, dan Yuyutsu.
Mereka begitu banyak. Tidak mudah untuk dihafal, begitu gampang dilupakan. Tapi begitulah, mereka terlanjur dilahirkan, dan sudah menjadi suratan takdir terabaikan di usia kanak-kanak mereka. Apa yang ada dikepala mereka hanyalah apa yang menurut mereka baik untuk dirinya. Tak pernah berpikir tentang perasaan orang lain, tak pernah berpikir untuk berbagi menciptakan suasana bahagia bersama. Yang mereka bisa lakukan tak lain hanyalah menebar angkara, dan menciptakan keresahan dan ketakutan.
Tak ada kata-kata lagi yang sanggup mendewasakan mereka. Tak ada contoh teladan lagi yang sanggup memberi mereka pencerahan hidup. Mereka menantang, tak ada pilihan lain bagi Pandawa selain membela diri. Dan kematian adalah satu-satunya cara untuk menghentikan para Kurawa! Yang tersisa pun kemudian harus diburu. Ditangkap dan dihukum mati bagi yang melawan.
Masih bisa disyukuri ketika diantara mereka ternyata ada yang mau belajar untuk menjadi baik.
Bukan hanya sebuah novel epos, tapi super novel! lantaran muatan-muatan inspirasionalnya yang amat berharga untuk diri kita di masa kini!
Dalam versi buku cetak:
Judul Novel : MEMBURU KURAWA, Risalah Kematian di Padang Kurusetra
Penulis : Pitoyo Amrih
Jumlah Halaman : 417 halaman
Ukuran : 15,5 x 24 cm
Penerbit : DIVAPress
ISBN : 978-602-978-850-1
Sejak usia sekolah dasar, kisah-kisah wayang memberikan obsesi tersendiri. Ratusan karakter Ramayana dan Mahabarata seakan hadir dalam kehidupan kesehariannya. Membuatnya selalu memimpikan untuk bisa secara imajiner menjelajahi kehidupan di dunia wayang, menyelami setiap kepribadian karakter di dalamnya.
Sejak usia sekolah dasar, seringkali harus melewatkan waktu semalam suntuk duduk tepat di belakang seorang dalang wayang kulit, hanya untuk mencoba mengerti mengapa.
Mengapa sifat dan karakter tokoh dunia wayang itu begitu menganalogikan watak orang-orang disekitar kita.
Beberapa Novel Dunia Wayang karyanya:
Antareja-Antasena, Jalan Kematian Para Ksatria (Pinus, 2007)
Narasoma, Ksatria Pembela Kurawa (Pinus, 2008)
The Darkness of Gatotkaca (DivaPress, 2009)
Pertempuran 2 Pemanah Arjuna-Karna (DivaPress, 2009)
Perjalanan Sunyi Bisma Dewabrata (DivaPress, 2010)
Resi Durna, Sang Guru Sejati (DivaPress, 2010)
Memburu Kurawa (DivaPress, 2011)
Pandawa Tu7uh (DivaPress, 2012)
Wisanggeni Membakar Api (DivaPress, 2013)
Hanoman, Akhir Bisu Sebuah Perang Besar (DivaPress, 2014)
Cinta Mati Dasamuka (DivaPress, 2016)
Rama dan Sinta (DivaPress, 2019)
Penulis bisa dihubungi di http://duniawayang.pitoyo.com