***
Istriku Seribu merupakan esai yang ditulis Cak Nun dalam meletakkan isu poligami pada konteks kehidupan bermasyarakat. Alih-alih tenggelam dalam debat tanpa ujung mengenai poligami dan kehidupan rumah tangga, dalam buku ini, kita akan diajak mengikuti dialektika satire antara Yai Sudrun dan Cak Nun. Mulai dari asal mula turunnya ayat yang mengatur poligami, kewajiban manusia terhadap sesamanya, prasangka manusia yang membutakan, hingga konsep cinta dalam berbagai bentuk.
Bersama keseribu istrinya, istri ar-Rahman dan ar-Rahim, Cak Nun mengajak kita untuk memetakan kembali batasan dan perintah Tuhan yang sesungguhnya dibuat untuk memancing akal manusia.
[Mizan, Bentang Pustaka, Cak Nun, Islam, Hidup, Manusia, Indonesia]
Spesial Bentang Emha
EMHA AINUN NADJIB, lahir pada 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur. Pernah meguru di Pondok Pesantren Gontor, dan singgah di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Emha Ainun Nadjib merupakan cendekiawan sekaligus budayawan, yang piawai dalam menggagas dan menoreh kata-kata. Tulisan-tulisannya, baik esai, kolom, cerpen, dan puisi-puisinya banyak menghiasi pelbagai media cetak terkemuka.
Pada 1980-an aktif mengikuti kegiatan kesenian internasional,seperti Lokakarya Teater di Filipina (1980); International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS (1984); Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984); serta Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman Barat (1985).
Cukup banyak dari karya-karyanya, baik sajak maupun esai, yang telah dibukukan. Di antara sajak yang telah terbit, antara lain M Frustasi (1976), Sajak Sepanjang Jalan (1978), 99 untuk Tuhanku (1983), Syair L
Adapun kumpulan esainya yang telah terbit, antara lain Indonesia: Markesot Bertutur, Markesot Bertutur Lagi, Arus Bawah (2014), Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (2015) Gelandang di Kampung Sendiri (2015), dan Sedang Tuhan pun Cemburu (2015)