Semua materi dalam empat bab tersebut disertai dengan rangkuman dan latihan pada masing-masing bagian akhir. Sebagian latihan dikemas dalam bentuk diskusi kelas dan bersifat interaktif. Latihan ini dimaksudkan agar pada gilirannya mahasiswa memahami secara komprehensif unsur-unsur puisi dan kemudian dapat menampilkannya di depan khalayak sebagai suatu keterampilan seni (skill art).
Mohd. Harun lahir di Laweueng, Pidie Aceh, 5 Maret 1966. Dalam dunia seni dan jurnalistik sering memakai nama C. Harun al Rasyid dan Mohd. Harun al Rasyid. Harun menamatkan pendidikan (1) SDN Laweueng, 1979; (2) MTsN Padang Tiji, 1982; (3) SMAN Sigli, 1985; semuanya di Pidie, Aceh; (4) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Unsyiah,
Banda Aceh, 1992; (5) Magister Pendidikan Bahasa Indonesia IKIP Malang, 1998; (6) Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Malang, spesialisasi sastra etnik, Mei 2006.Mulai April 1990 Harun bekerja sebagai wartawan Harian Serambi Indonesia Banda Aceh dan bertugas di daerah konflik: Banda Aceh, Pidie, Lhokseumawe, dan Aceh Utara. Ia berhenti dari Harian Serambi pada Juni 1994 karena ingin mengabdi sebagai pendidik di almamaternya. Sejak mahasiswa, ia aktif di pers kampus, seperti ikut bersama menerbitkan Koran Mahasiswa MONUMEN dan menulis di media lokal dan pusat, terutama bidang budaya dan sastra.
Harun dipercayakan sebagai Sekretaris Prodi Magister Bahasa PPs Unsyiah (2006—2007), Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia PPs Unsyiah (2008 — 2011), Kepala Pusat Studi Bahasa Daerah Aceh (2008 - sekarang), Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat Aceh (2016—sekarang), Ketua Jurusan PBSI FKIP Unsyiah (2017 — sekarang), dan Sekretaris Senat FKIP Unsyiah (2018 - sekarang). Tahun 2007 Harun menerima Anugerah Budaya dari Pemerintah Aceh dan Satya Lencana Sarakata, disusul tahun 2010 menerima Anugerah untuk Pengamat Karya Sastra, juga dari Pemerintah Aceh. Aktif membantu Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh dalam berbagai pelatihan dan penjurian.
Selain menulis karya ilmiah, Harun gemar menulis puisi, sastra, feature, resensi buku, opini, dan cerpen. Puisinya dimuat, antara lain dalam antologi Kemah Seniman Aceh 3 (1990), Banda Aceh (1991), Nafas Tanah Rencong (1992), Lambaian (1993), Seulawah (1995), Keranda-Keranda (1999), Dalam Beku Waktu (2003), Putroe Phang (2003), Sankalakiri (2003), Piala Maja V (2004), Aceh, 8,9 Skala Richter, Lalu Tsunami (2005), Ziarah Ombak (2005), Lagu Kelu (2005), Syair Tsunami (2006), Krueng Aceh (2009), Pasie Karam (2016), Nyanyian dari Hutan, Pantai, dan Taman Kota (2016), Nyanyian Gerimis (2017), Antologi Puisi Kemanusiaan dan Anti-kekerasan Jejak Air Mata Dari Sittwe ke Kuala Langsa (2017), Akulah Damai Puisi Persatuan Indonesia (2017). Cerpennya terkumpul dalam antologi Remuk (2000) dan Komunitas Sastra Indonesia Catatan Perjalanan (2008).
Harun telah menulis beberapa buku: Suara Pribumi (Kumpulan Puisi, 1996), Nyanyian Manusia(Kumpulan Puisi, 2006), Memahami Orang Aceh (Buku Referensi, 2009), Membaca Suara-Suara (Kumpulan Puisi, 2012), Pengantar Sastra Aceh (buku Referensi, 2012), Hikayat dalam Kesusastraan Aceh (Buku Referensi, 2017). Harun juga mengeditori beberapa buku: Apit Awe (1993, Serambi Indonesia), Keranda-Keranda (1999, DKB), Remuk (2000, DKB), dan Inventarisasi Budaya Aceh (2016, Disbudpar Aceh). Tahun 2003 ia mendirikan Pusat Kebudayaan Aceh (Pusaka) bersama Dr. Abdul Djunaidi dan Drs. Nurdin F. Joes. Menjadi Ketua Dewan Penyunting Jurnal Pelangi Sastra. Bergabung dengan Dewan Kesenian Banda Aceh (DKB) sebagai wakil sekretaris sampai 1999. Tahun 2000 sebagai wakil ketua I Dewan Kesenian Aceh (DKA).
Pada Desember 1999 membentangkan makalah pada Dialog Utara VIII di Yala, Thailand Selatan; 15 September 2005 sebagai pemakalah di Institut Alam dan Tamadun Melayu Universitas Kebangsaan Malaysia pada peluncuran Antologi Puisi Ziarah Ombak; 19 September 2005 menyampaikan ceramah sastra dan budaya di Ipoh, Negeri Perak Malaysia; Juni 2011 menghadiri Konvensyen Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) di Batam mewakili Pemerintah Aceh; September 2016 pemakalah dalam Konferensi Internasional Kesusastraan di Universitas Negeri Yogyakarta; Juli 2017 diundang sebagai sastrawan nasional dalam Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi II) di Jakarta (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas); September 2017 pemakalah dalam Konferensi Internasional Kesusastraan di Universitas Negeri Bengkulu. Saat ini Harun juga tercatat sebagai Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.