Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai

· Bentang Pustaka
4,6
86 anmeldelser
E-bok
428
Sider

Om denne e-boken

Dulu di sebuah pesantren, ada dua orang kiai yang berdebat tentang hukum kesenian. Salah seorang dari mereka bersikeras bahwa kesenian itu syirik, bahkan haram. Kami para santri menyaksikan perdebatan itu dengan hati berdebar. Dari kejauhan, terdengar suara musik dari loudspeaker. Kiai yang saya kisahkan itu mulai meledak-ledak dan menyebut seni itu haram, tetapi kedua kakinya bergerak-gerak mengikuti irama musik dari kejauhan.
Kami, para santri, melihat bahwa kaki beliau itu bukan bergerak menggeleng-geleng, melainkan mengangguk-angguk. Maka, kami tiru anggukan ritmis kaki Pak Kiai itu, sebab gerak kaki beliau itu lebih merupakan ungkapan batinnya dibanding lisannya.

***

Melalui buku ini, Emha Ainun Nadjib, menguliti dalam-dalam perkara kemusliman "birokrasi". Ketaatan yang penuh rasa "takut pada atasan", bukan kecintaan dan pengabdian pada Tuhan. Semua kemudian berputar pada surga dan neraka, halal dan haram, pahala dan dosa. Detil-detil ritual yang malah memicu perbedaan pendapat antarumat, serta dengan gampang mengkafirkan orang lain. Dalam kegelisahannya, Emha seolah berbicara pada naluri kita dan berkata, "Apa tidak malu kita kepada-Nya, pada akal dan perasaan kita sendiri?"

[Mizan, Bentang, Emha, Cak Nun, Inspirasi, Kisah, Pesantren, Islam, Indonesia]

Vurderinger og anmeldelser

4,6
86 anmeldelser

Om forfatteren

EMHA AINUN NADJIB, lahir pada 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur. Pernah meguru di Pondok Pesantren Gontor, dan ''singgah'' di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Emha Ainun Nadjib merupakan cendekiawan sekaligus budayawan yang piawai dalam menggagas dan menoreh kata-kata. Tulisan-tulisannya, baik esai, kolom, cerpen, dan puisi-puisinya banyak menghiasi pelbagai media cetak terkemuka.


Pada 1980-an aktif mengikuti kegiatan kesenian internasional, seperti Lokakarya Teater di Filipina (1980); International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS (1984); Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984); serta Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman Barat (1985).

Cukup banyak dari karya-karyanya, baik sajak maupun esai, yang telah dibukukan. Di antara sajak yang telah terbit, antara lain ''M'' Frustasi (1976), Sajak Sepanjang Jalan (1978), Syair Lautan Jilbab (1989), Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990), dan Cahaya Maha Cahaya (1991).


Adapun kumpulan esainya yang telah terbit, antara lain Indonesia: Markesot Bertutur, Markesot Bertutur Lagi, Arus Bawah (2014), Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (2015), Gelandangan di Kampung Sendiri (2015), Sedang Tuhan pun Cemburu (2015), 99 untuk Tuhanku (2015), Istriku Seribu (2015), Kagum kepada Orang Indonesia (2015), Titik Nadir Demokrasi (2016), dan Tidak. Jibril Tidak Pensiun! (2016).


Vurder denne e-boken

Fortell oss hva du mener.

Hvordan lese innhold

Smarttelefoner og nettbrett
Installer Google Play Bøker-appen for Android og iPad/iPhone. Den synkroniseres automatisk med kontoen din og lar deg lese både med og uten nett – uansett hvor du er.
Datamaskiner
Du kan lytte til lydbøker du har kjøpt på Google Play, i nettleseren på datamaskinen din.
Lesebrett og andre enheter
For å lese på lesebrett som Kobo eReader må du laste ned en fil og overføre den til enheten din. Følg den detaljerte veiledningen i brukerstøtten for å overføre filene til støttede lesebrett.