OJK selaku otoritas keuangan dalam menetapkan standar screening saham syariah berdasarkan pada nota kesepahaman dengan Fatwa DSN-MUI, khususnya mengenai kriteria objek usaha emiten pada Daftar Efek Syariah. Namun untuk kriteria rasio keuangan OJK merubah kebijakan tersebut tanpa ada nota kesepahaman dengan DSN-MUI, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-208/BL/2012, dimana total ekuitas (modal) diubah menjadi total asset yang terus berlanjut sampai sekarang dengan Peraturan POJK Nomor 35/POJK.04/2017. Hasil kebijakan OJK menunjukkan bahwa screening saham pada rasio finansial masih memberikan toleransi dengan ambang batas yang relatif tinggi, terutama pada rasio utang berbasis bunga terhadap total aset, di mana banyak perusahaan pada DES yang melewati ambang batang 45%. Berdasarkan rasio keuangan per perusahaan selama lima tahun dari 139 perusahaan, terdapat 60 perusahaan dengan total utang berbasis bunga melebihi 45%, sedangkan sisanya 79 perusahaan memenuhi kriteria saham syariah.
Implementasi screening saham syariah perusahaan yang ada pada DES untuk mewujudkan tanggung jawab sosial berdasarkan laporan tahunan dari 139 perusahaan menunjukkan bahwa total skor indeks ISR mengalami peningkatan setiap tahun selama 2013- 2017. Berdasarkan data dari total 2.693 pokok pengungkapan di tahun 2013 dan selanjutnya terus meningkat hingga 2.826 pada tahun 2017. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan secara umum telah mampu mengungkapkan tanggung jawab sosial. Namun, tidak ada perusahaan yang memiliki komitmen untuk mengungkapkan secara total dan lengkap. Di samping itu, sebagian besar bentuk pengungkapan masih sebatas kegiatan sosial yang sifatnya konsumtif. Ketidaklengkapan suatu perusahaan dalam melaporkan tanggung jawab sosialnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor. 1) Screening saham syariah yang diterapkan lebih pada objek usaha; 2) Fatwa DSN-MUI dan Peraturan OJK tidak secara eksplisit mengharuskan perusahaan memiliki tanggung jawab sosial; 3) tidak memiliki lembaga pengawas syariah di setiap perusahaan; 4) lembaga pasar modal syariah masih berbasis produk dan belum mampu menerapkan pasar modal murni syariah atau memiliki lembaga Bursa Efek Syariah.