Pesan-pesan Kyai Rifa’i begitu luas, sarat makna, dan tetap relevan melintasi zaman. Mari simak salah satu pesannya, “Orangtua itu ibarat lembaran Al-Qur’an tua. Meskipun, tulisannya sulit terbaca karena lekang kepanasan, lapuk kehujanan, tetap jangan dilangkahi begitu saja.” Benar-benar bestari. Dalam konteks inilah surabi pesantren dimaknai sebagai suara bestari pesan-pesan kehidupan yang selaras dengan perkembangan zaman.
Jejak rekam Kyai Rifa’i dapat dilihat pada pesantren Daar El-Qolam, La Tansa, Perguruan Tinggi La Tansa Mashiro, dan pondok pesantren Sakinah La Lahwa yang beliau dirikan dan kembangkan. Berawal dari kisah dapur tua, berkah sumur tua, dan spirit kandang kerbau dengan segelintir santri, kini berdiri gedung kokoh dengan ribuan santri dan alumni. Bahkan, ada puluhan pesantren yang lahir karena terinspirasi dari gagasan genuine Kyai Rifa’i. Dalam konteks ini, surabi dimaknai sebagai makanan tradisional khas Indonesia dengan cita rasa alami yang hingga kini tetap digemari sebagaimana tumbuh kembangnya pesantren yang tetap trendy karenanya semakin dicintai.
Buku persembahan Republika Penerbit
[Republika, bukurepublika, Penerbit Republika]
Adrian Mafatihallah Karim. Lahir di Tangerang, 15 Juni 1972. Setelah nyantri di Pesantren Daar el Qolam (1992), Pengasuh Pondok Pesantren La Tansa, Lebak, Banten ini melanjutkan ke IAIN Syarief Hidayatullah Jakarta (1998), kemudian lanjut ke Universitas Muhammadiyah Jakarta (2001).
Aktif di berbagai organisasi seperti senat mahasiswa Fakultas Dakwah, Himpunan Mahasiswa Islam, hingga Jaringan Informasi Pengkajian Islam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.